Memaknai Sebuah Kota: Refleksi atas Identitas dan Budaya Urban

Hampir satu dekade lalu, saya mencoba memahami kota Jakarta melalui sebuah proyek desain. Pertanyaannya sederhana: “Apa yang dimiliki Jakarta?” Dari pertanyaan itu, lahirlah sebuah merek souvenir: JAKARTAPUNYA!.

City branding, mungkin itu istilah yang lebih populer saat ini. Namun, bagi saya, city branding bukan sekadar tentang logo atau visual. City branding adalah tentang bagaimana masyarakat dapat lebih mengenal kotanya, berpartisipasi, dan memaknai kota dalam berbagai bentuk. Kota terbentuk karena masyarakatnya. Dari Batavia, Sunda Kelapa, hingga Jakarta, nama kota ini mungkin berubah, tapi di dalamnya terbentuk budaya yang adaptif, memadukan berbagai budaya menjadi sebuah peradaban baru.

Kampanye “I Love New York” adalah contoh bagaimana identitas sebuah kota dapat dibangun. Milton Glaser, sang desainer, berhasil menangkap esensi New York dengan kesederhanaan dan kejujuran. Logo itu menjadi viral karena publik merasa terhubung dengannya.

Beberapa proyek merek kota telah membuktikan bahwa menciptakan makna bagi sebuah kota jauh lebih sulit daripada sekadar merancang strategi merek. Ketika saya mengerjakan Jakarta Punya!, saya mencari identitas kemetropolitan Jakarta yang terbentuk dari asimilasi berbagai budaya. Saya menggali sejarah kota ini, dari arsitektur Batavia hingga seni Tanjidor yang merupakan perpaduan tiga budaya berbeda.

Sebagai penghuni Jakarta, saya masih berharap masyarakat dapat memaknai kotanya bukan dari jargon atau tagline, tetapi dari sinergi antara kota dan masyarakatnya. City branding bukan tentang identitas semata, melainkan tentang budaya kota yang saling memaknai. Dengan begitu, kita akan lebih mencintai kota kita dan tidak kehilangan arah di dalamnya.

Menghadapi Perubahan: Jakarta Pasca IKN

Dengan rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), Jakarta akan menghadapi babak baru dalam sejarahnya. Tidak lagi menyandang status sebagai ibu kota, Jakarta memiliki peluang untuk mendefinisikan ulang identitas dan budayanya.

Tantangan dan Peluang

  • Identitas Baru: Jakarta perlu mencari identitas baru yang tidak lagi bertumpu pada statusnya sebagai pusat pemerintahan.
  • Perekonomian: Meskipun tidak lagi menjadi pusat pemerintahan, Jakarta tetap memiliki potensi besar sebagai pusat ekonomi dan bisnis.
  • Budaya Urban: Jakarta memiliki kesempatan untuk mengembangkan budaya urban yang lebih kaya dan dinamis, menarik bagi masyarakat lokal dan internasional.

Membangun Makna Baru

Proses city branding Jakarta pasca IKN harus melibatkan masyarakat secara aktif. Kita perlu menggali lebih dalam nilai-nilai, sejarah, dan potensi kota ini untuk menciptakan makna baru yang relevan dan membanggakan.

Jakarta memiliki warisan sejarah dan budaya yang kaya, serta masyarakat yang dinamis dan kreatif. Dengan kolaborasi dan partisipasi aktif dari semua pihak, Jakarta dapat membangun identitas dan budaya urban yang kuat, menjadikannya kota yang bermakna dan dicintai oleh warganya, bahkan setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara.